Presiden AS, Barrack Obama sebenarnya adalah satu dari sekian banyak warga AS yang menjadi “korban” kebijakan luar negeri mereka. Sehebat apapun prinsip seorang warga AS atau se-ekstrim a
papun cara berpikir seseorang, jika sudah menjadi presiden, maka akan menjadi seorang “pembunuh” yang terhormat.
Ya… pembunuh yang terhormat. Terhormat bagi rakyat Amerika dan mulia bagi negara adidaya itu.
Dengan kondisi ekonomi yang lesu, dan tuntutan rakyat yang demikian besar karena pekerjaan yang sulit beberapa tahun ini, Barrack Obama yang awalnya dianggap mampu memberi “keadilan” bagi Barat dan Timur ternyata harus kembali tenggelam dalam sistem yang sudah mereka buat sendiri.
Sistem yang mengatur bagaimana seorang Presiden melalui politik luar negeri yang rapi, harus mampu membuat peperangan didalam sebuah bangsa dan paling tidak pergantian kekuasaan dengan cara yang tidak damai.
Berita terbaru melalui BBC, dilaporkan seorang petinggi militer Rusia sudah memberi keterangan yang tidak terbantahkan sebagai sebuah contoh akan hal ini.
Jenderal senior Rusia itu mengatakan pemberontak Suriah sekarang memiliki senjata anti-pesawat, termasuk buatan AS, Stingers.
Jenderal Nikolai Makarov seperrti dikutip oleh kantor berita Interfax mengatakan asal rudal permukaan-ke-udara harus “diperjelas”.
“We have reliable information that Syrian militants have foreign portable anti-aircraft missile systems, including those made in the USA… it should be cleared up who delivered them,” Gen Makarov told journalists in Russia. ( Sumber: BBC News)
Sekarang, kita tahu duta besar Amerika di Libya terlibat dalam percobaan untuk mendapatkan kembali senjata berikan pemerintahan Obama kepada Al Qaeda dan atau jaringan yang berafiliasi kepada Al Qaeda dimana mereka terlibat selama pemberontakan Libya. Untuk itu ia harus rela jadi “pion yang dikorbankan”
Dan kita tahu, bahwa Obama mengetahui serangan terhadap kedutaan di Libya adalah serangan teroris yang dilakukan oleh kelompok yang berafiliasi pada Al Qaeda. Ini adalah murni pengkhianatan dari mereka yang coba di manfaatkan Obama. Jadi Obama memiliki setiap alasan untuk menyembunyikan hubungan ini, mulai dari rasa malu akan kegagalan “pemanfaatan pihak ketiga” dan naifnya seorang presiden karena berharap mampu mengubah pola pikir para ekstrimis/ radikal seperti Al Qaeda.
Sekarang, jika Al Qaeda bersama jaringanya menggunakan pemberontak berusaha menggulingkan pemerintahan di Suriah, maka Obama sepertinya sedang melakukan hal yang sama.
Presiden AS sebelumnya yakni, Ronald Reagan memiliki reputasi akan hal ini: mengedarkan senjata kepada sekutu politiknya (selain Iran, sebagaimana di Libya / Al Qaeda, termasuk Indonesia ketika menjatuhkan Soekarno dan mengganjal Megawati melalui dukungan intelijen CIA pada SBY?)
Kita kira, apa yang terjadi jika pemerintah Rusia menganggap bantuan militer Obama terhadap pemberontak Suriah menjadi serangan terhadap sekutu mereka?
Barrack Obama, mengekpor senjata dan menjadikan banyak peperangan dalam negara terutama melalui proyek “musim semi” di Timur Tengah/Arab dan Afrika Utara.
Bukan untuk tujuan damai, melainkan untuk meningkatkan ekspor negeri Paman Sam, yang terlilit beban defisit anggaran tahunan yang hampir mencapai satu trilliun dollar. Selain untuk memberi makan atau setidaknya membuka lapangan kerja bagi rakyatnya, termasuk biaya operasional angkatan perang yang terdiri dari armada pasifik dan NATO.
Jadi siapapun presidennya, bahkan jika ia seorang komunis sekalipun, Amerika akan tetap mengekspor senjata mereka melalui dukungan pada kaum pemberontak - pemberontak. Karena Amerika hanya akan bisa/tetap menjadi adidaya dengan memberi makan rakyatnya dari setiap butir peluru, senjata serbu termasuk F16 yang dihibahkan itu
Ya… pembunuh yang terhormat. Terhormat bagi rakyat Amerika dan mulia bagi negara adidaya itu.
Dengan kondisi ekonomi yang lesu, dan tuntutan rakyat yang demikian besar karena pekerjaan yang sulit beberapa tahun ini, Barrack Obama yang awalnya dianggap mampu memberi “keadilan” bagi Barat dan Timur ternyata harus kembali tenggelam dalam sistem yang sudah mereka buat sendiri.
Sistem yang mengatur bagaimana seorang Presiden melalui politik luar negeri yang rapi, harus mampu membuat peperangan didalam sebuah bangsa dan paling tidak pergantian kekuasaan dengan cara yang tidak damai.
Berita terbaru melalui BBC, dilaporkan seorang petinggi militer Rusia sudah memberi keterangan yang tidak terbantahkan sebagai sebuah contoh akan hal ini.
Jenderal senior Rusia itu mengatakan pemberontak Suriah sekarang memiliki senjata anti-pesawat, termasuk buatan AS, Stingers.
Jenderal Nikolai Makarov seperrti dikutip oleh kantor berita Interfax mengatakan asal rudal permukaan-ke-udara harus “diperjelas”.
“We have reliable information that Syrian militants have foreign portable anti-aircraft missile systems, including those made in the USA… it should be cleared up who delivered them,” Gen Makarov told journalists in Russia. ( Sumber: BBC News)
Sekarang, kita tahu duta besar Amerika di Libya terlibat dalam percobaan untuk mendapatkan kembali senjata berikan pemerintahan Obama kepada Al Qaeda dan atau jaringan yang berafiliasi kepada Al Qaeda dimana mereka terlibat selama pemberontakan Libya. Untuk itu ia harus rela jadi “pion yang dikorbankan”
Dan kita tahu, bahwa Obama mengetahui serangan terhadap kedutaan di Libya adalah serangan teroris yang dilakukan oleh kelompok yang berafiliasi pada Al Qaeda. Ini adalah murni pengkhianatan dari mereka yang coba di manfaatkan Obama. Jadi Obama memiliki setiap alasan untuk menyembunyikan hubungan ini, mulai dari rasa malu akan kegagalan “pemanfaatan pihak ketiga” dan naifnya seorang presiden karena berharap mampu mengubah pola pikir para ekstrimis/ radikal seperti Al Qaeda.
Sekarang, jika Al Qaeda bersama jaringanya menggunakan pemberontak berusaha menggulingkan pemerintahan di Suriah, maka Obama sepertinya sedang melakukan hal yang sama.
Presiden AS sebelumnya yakni, Ronald Reagan memiliki reputasi akan hal ini: mengedarkan senjata kepada sekutu politiknya (selain Iran, sebagaimana di Libya / Al Qaeda, termasuk Indonesia ketika menjatuhkan Soekarno dan mengganjal Megawati melalui dukungan intelijen CIA pada SBY?)
Kita kira, apa yang terjadi jika pemerintah Rusia menganggap bantuan militer Obama terhadap pemberontak Suriah menjadi serangan terhadap sekutu mereka?
Barrack Obama, mengekpor senjata dan menjadikan banyak peperangan dalam negara terutama melalui proyek “musim semi” di Timur Tengah/Arab dan Afrika Utara.
Bukan untuk tujuan damai, melainkan untuk meningkatkan ekspor negeri Paman Sam, yang terlilit beban defisit anggaran tahunan yang hampir mencapai satu trilliun dollar. Selain untuk memberi makan atau setidaknya membuka lapangan kerja bagi rakyatnya, termasuk biaya operasional angkatan perang yang terdiri dari armada pasifik dan NATO.
Jadi siapapun presidennya, bahkan jika ia seorang komunis sekalipun, Amerika akan tetap mengekspor senjata mereka melalui dukungan pada kaum pemberontak - pemberontak. Karena Amerika hanya akan bisa/tetap menjadi adidaya dengan memberi makan rakyatnya dari setiap butir peluru, senjata serbu termasuk F16 yang dihibahkan itu

